Senin, 13 Januari 2014

Apa yang Anda Ketahui tentang Obat Tradisional??



Istilah obat tradisional mungkin sudah tidak asing lagi di telinga anda. Sebagai bangsa Indonesia, penggunaan obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada berbagai lontar diberbagai daerah di Indonesia misalkan pada Usada (Bali). Adanya konsep back to nature maka perkembangan obat tradisional menjadi lebih pesat. Hal tersebut diperkuat dari rekomendasi WHO dalam penggunaan obat tradisional termasuk herbal untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Penggunaan obat tradisional secara tepat dikatakan memiliki efek samping yang lebih sedikit (lebih aman) jika dibandingan dengan bahan kimia obat (Sari, 2006).
Dibandingkan obat-obat modern, obat tradisional juga memiliki beberapa kelebihan, antara lain: efek sampingnya relatif rendah jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta kesesuaian dengan indikasi tertentu, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (Katno dan Pramono, 2006).
Disamping berbagai kelebihan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain: khasiatnya lebih lemah dibandingkan obat kimia, bahan baku belum terstandar, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme (Katno dan Pramono, 2006).
Lalu, apakah dibayangan anda, obat tradisional tersebut hanya berupa daun yang direbus atau sejenisnya? Ataukah jamu-jamuan yang biasa dijajakan oleh tukang jamu gendong? Sebenarnya, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (BPOM, 2005). Obat tradisional atau obat yang berasal dari bahan-bahan alami tersebut kini sudah mulai berkembang. Di indonesia sendiri, kita mengenal 3 penggolongan obat tradisional. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (BPOM, 2004). Lalu apa sebenarnya perbedaan ketiga obat tradisional tersebut?
Jamu merupakan obat tradisional indonesia yang klaim khasiatnya terbukti berdasarkan pengalaman atau empiris. Jadi, khasiat jamu sebenarnya sudah diketahui dari nenek moyang kita. Akan tetapi, obat tradisional yang tergolong jamu belum melalui uji-uji ilmiah dan kebenarannya belum didukung oleh data ilmiah (BPOM, 2004). Contoh jamu, misalnya jamu yang diracik oleh tukang jamu gendong. Selain jamu racikan, seperti jamu gendong, kini banyak jamu yang dikemas dalam kemasan modern seperti dalam bentuk kapsul maupun tablet.



Obat tradisional yang kedua adalah obat herbal terstandar (OHT). OHT merupakan  obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi. Uji praklinik merupakan uji yang telah dilakukan pada hewan (BPOM, 2005). Jadi OHT telah teruji manfaat dan keamanannya secara ilmiah melalui pengujian pada hewan. Selain itu bahan baku yang terstandarisasi ini diartikan sebagai penggunaan bahan baku yang telah terkontrol, baik dari proses penanamannya hingga pemanenannya, sehingga mutu dan keamanannya dapat dikontrol. Di Indonesia sendiri, telah beredar beberapa OHT, seperti berikut.







Obat tradisional yang ketiga adalah fitofarmaka. Berbeda dengan jamu dan OHT, fitofarmaka merupakan level tertinggi dari obat tradisional. Fitofarmaka merupakan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi (BPOM, 2005). Apabila OHT hanya mengalami tahap uji praklinik (uji pada hewan), fitofarmaka telah terbukti secara klinis dengan pengujian kepada manusia. Jadi, obat ini telah teruji keamanan dan khasiatnya pada manusia. Selain itu, bahan baku pembuatannya juga dikontrol seperti pada OHT, tetapi berbeda dengan OHT, fitofarmaka juga mengalami standarisasi untuk produk jadinya.  Karena membutuhkan pengujian laboratorium yang lebih banyak dan panjang, maka hanya baru 5 jenis fitofarmaka yang kita kenal di indonesia. Berikut merupakan contohnya.









Lalu, bagaimana kita mengenali jamu, OHT, atau fitofarmaka ketika akan membelinya? Anda tidak usah khawatir, karena obat tradisional akan diberi logo sesuai jenisnya. Logo jamu, OHT, dan fitofarmaka adalah sebagai berikut






Jadi, kini kita tidah hanya bisa mendapatkan manfaat obat tradisional yang telah terbukti khasiatnya secara turun temurun, tetapi juga kita bisa mendapatkan manfaat obat tradisional dengan kualitas yang lebih baik, seperti pada OHT dan Fitofarmaka.


DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
BPOM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka. Jakarta: Depkes RI.
Katno dan Pramono S. 2006. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Yogyakarta : Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu Dan Fakultas Farmasi UGM. Hal 1-14.
Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Jember: Ps Farmasi Universitas Jember. Hal 2-3

0 komentar:

Posting Komentar